CENTRALNEWS.ID, RIAU – Ketua DPD KNPI Kabupaten Bengkalis, Andika Putra Kenedi, ST kembali menjadi narasumber dalam seminar nasional bertajuk Literasi Digital tajaan Kementerian Informasi dan Komunikasi (Kominfo) RI dan Siber Kreasi, Senin (5/7).
Dibuka langsung oleh Presiden RI Joko Widodo, acara berbasis online itu ditaja guna mencerdaskan masyarakat dalam pendayagunaan internet dan dunia digital di era revolusi teknologi 4.0.
Sebagai pemateri, Andika menegaskan, setiap orang memiliki hak dalam mengemukakan pendapat di muka umum, termasuk di sosial media. “Apalagi, hak tersebut muthlak dianulir dalam konstitusi, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Disebutkan, setiap orang bebas berkumpul, berserikat dan mengemukakan pikiran selama tidak bertentangan dengan peraturan dan tidak merugikan,” kata Andika dalam pembuka materinya.
Sebagai contoh, seka Andika, anak-anak sampai dengan orangtua masa kini tak luput dari godaan sosial media berbasis dunia digital. Berbagai pembahasan kerap muncul kala pengoperasian akun dunia maya, termasuk polemik isu SARA dan serang-menyerang kehormatan orang lain.
Bila tak teliti dan tak membatasi diri, setiap orang akan tergoda dan ikut serta dalam aktifitas linimasa yang sarat kontroversi. Akibatnya, jalur hukum bisa saja berlaku sebagai perwujudan dari pembatasan dari kebebasan berpendapat.
“Jangan karena kebebasan berpendapat, kita jadi seenaknya menyerang harkat dan martabat orang lain. Oleh karena itu, perlu adanya pembatasan kokoh agar pengguna dunia digital tak salah persepsi,” umbarnya.
Pada dasarnya, negara memang hadir dan memberikan ruang sebebas-bebasnya kepada masyarakat untuk menuangkan pokok pikiran di dunia digital. Akan tetapi, kebaikan itu acap kali disalah artikan hingga memicu berbagai polemik nan merugikan.
Oleh karenanya, negara kemudian memberi batasan agar rakyatnya tidak sembrono dalam berekspresi di dunia digital. Wujudnya, lahirlah UU ITE. Di dalamnya dianulir, setiap perbuatan dalam lalu lintas dunia maya bakal diawasi dengan sangat ketat.
Belum lagi, kehadiran Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) RI turut mendukung UU ITE dalam mencerdaskan masyarakat agar tak terjerumus dalam dunia kejahatan cyber. “Contoh, saling caci maki di sosmed, itu dilarang. Menyerang kehormatan orang lain juga dilarang. Menyebar informasi atau berita palsu juga dilarang, apalagi konten pornografi, itu yang paling diharamkan dan bisa berujung pidana,” jelas Andika terperinci.
Selain itu, kejahatan lainnya di dunia digital yang teranyar dewasa ini ialah aktifitas peretasan atau Hacker. Bila tak diawasi, kegiatan ini akan sangat merugikan banyak orang, kelompok masyarakat atau organisasi, badan hukum, instansi pemerintah atau bahkan Negara.
Oleh karena itu pula, negara menerbitkan batasan dalam berekspresi di dunia digital agar rakyatnya tak terjerumus dalam kejahatan cyber. Bila tidak, kegaduhan berskala besar bisa saja terjadi di Republik ini.
Sejah dahulu, pepatah tetuah kerap menyebut mulutmu, harimaumu. Kemudian berevolusi lagi menjadi jarimu, harimaumu. “Dan kini, Jarimu bisa jadi Jerujimu. Kenapa? Ya, karena dengan ketikan saja, kita bisa berurusan dengan hukum. Makanya kita harus bijak bersosial media dan harus paham batasannya,” cetusnya.
Pada kesempatan itulah, Andika menyampaikan, masyarakat secara umum sangat perlu medapatkan pendidikan atau edukasi terkait batasan dalam berekspresi di dunia digital.
“Bila masyarakat mengetahui batasan dalam berdunia digital, Inshaallah, godaan negatif dunia maya dapat dihindarkan sebaik mungkin. Namun sebaliknya, bila penggunaan sosial media tak dibekali dengan pengetahuan dasar dan kedewasaan dalam menahan diri, pelanggaran bisa terjadi,” pesannya.
“Oleh karena itu, kita semua harus lebih paham batasan dalam berekspresi di dunia digital. Jadikan dunia maya sebagai lahan mengais peruntungan, bukan menjadi ajang pertarungan atau konflik saling serang. Jadilah cakap digital, untuk menyongsong masa depan yang lebih elok kedepannya,” pungkasnya.*Bres