CENTRALNEWS.ID, RIAU – Pelarian Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Bengkalis, Muhammad, berakhir sudah. Pelarian orang paling berpengaruh di negeri junjungan itu terhenti, usai dibekuk dan diborgol personel kepolisian daerah (Polda) Riau.
Usut punya usut, Muhammad telah ditetapkan sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang) sejak Maret 2020 lalu atas dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan pipa transmisi PDAM di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil).
Sejak ditetapkan sebagai tersangka, ia kerap mangkir dari pemanggilan polisi untuk dimintai keterangannya. Ia diketahui kerap berpindah tempat dari Pekanbaru ke Jakarta dan berbagai tempat lainnya, hingga akhirnya diringkus petugas setelah lima bulan melenggang ria.
Adapun riwayat pelariannya kerap berganti wilayah mulai dari Jakarta, pindah ke Bandung, jogyakarta, berganti tempat dari hotel ke hotel, hingga akhirnya ke kota Jambi dan Muaro di Provinsi Jambi.
Pada awal pelarian Muhammad masih berstatus atau menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati, setelah Bupati Amril Mukminin ditahan oleh KPK. Sejak Februari 2020, Muhammad mengendalikan Pemerintahan Kabupaten Bengkalis dari tempat persembunyiannya, hingga keluar keputusan Gubernur Riau berupa SK Pengangkatan Sekda Bengkalis, BUSTAMI HY selaku Pelaksana Harian (Plh) pada 11 Maret 2020.
“Buronan (Muhammad) kita tahan sejak Jumat lalu di Mapolda Riau,” kata Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi, SIK., SH., MSi, melalui Direktur Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol. Andri Sudarmadi, Minggu (9//8/2020).
Sebelumnya, penyidik telah melakukan pemanggilan pertama sebagai tersangka pada 3 februari 2020, namun Muhammad tidak hadir. Pada panggilan kedua ia juga tidak hadir tanpa alasan yg sah. Tak berselang lama, ia sempat mengajukan penundaan pemeriksaan dengan alasan akan melaksanakan pernikahan putri kandungnya dan bermohon untuk diperiksa pada tanggal 25 Februari 2020.
“Permintaannya terpenuhi, namun setelah itu beliau tidak pernah hadir setiap dipanggil untuk diperiksa,” kata Kombes Andri menegaskan.
Saat itu penyidik langsung mencari tahu keberadaan tersangka di kantor Bupati Bengkalis, rumah dinas, rumah pribadi maupun lokasi lainnya yang diduga menjadi tempat persinggahannya. Akan tetapi, tersangka Muhammad tidak ditemukan dan diduga telah melarikan diri.
Mangkir sebanyak dua kali panggilan penyidik, Muhammad justru tiba-tiba mengajukan Praperadilan ke PN Pekanbaru terhadap penetapan status tersangka yang didaftarkan Rabu (26/6) bernomor Register Perkara 4/Pid.Pra/2020/PN Pbr.
Namun upaya praperadilan tersebut kandas dan pengadilan menolak seluruh isi gugatan praperadilannya.
Dalam putusannya di PN Pekanbaru, Selasa (24/3) silam, Hakim tunggal Yudisilen mengatakan, Ditreskrimsus Polda Riau dalam menetapkan Muhammad sebagai tersangka sudah sesuai prosedur dan perlu dibuktikan di persidangan.
Polda Riau kemudian menetapkan Muhammad dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), awal Maret 2020, usai mangkir dari dua kali panggilan. Dasar penetepan DPO terhadap Muhammad lantaran tidak kooperatifnya tersangka selama proses penyidikan.
Plt Bupati Bengkalis ini langsung menghilang usai ditetapkan sebagai DPO oleh Polda Riau.
Dengan ditolaknya praperadilan Muhammad, hakim memerintahkan penyidik Ditreskrimsus Polda Riau untuk melanjutkan proses penyidikan dugaan korupsi pengadaan pipa transmisi PDAM di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) pada 2013 silam.
“Sebelum penahanan, kita lakukan pemeriksaan rapid test utk memastikan yg bersangkutan tidak dalam status reaktif Covid-19,” kata Andri lagi.
Polda Riau menerapkan protokol kesehatan terhadap seluruh tahanan yg baru masuk, maupun sedang menjalani masa penahanan. Tahanan baru wajib mengikuti rapid test sebelum masuk dan akan dilakukan swap selama dalam penahanan.
Penahanan terhadap tersangka Muhamad ini menjadi jawaban atas komitmen Polda Riau dalam memberantas Korupsi.
“Pemberantasan korupsi itu harus dicabut ke akar-akarnya, sehingga tidak muncul kembali dimasa yang akan datang” kata Kapolda Riau beberapa waktu yang lalu dalam sebuah diskusi.
Polda Riau mendeteksi adanya pola unik korupsi di Riau berupa keterlibatan swasta, bukan penyelenggara negara atau PNS, sebagai pengendali korupsi. Perlu pendekatan khusus dalam menghadapi kejahatan yg menyedot darah rakyat itu, salah satunya dengan ketegasan.