CENTRALNEWS.ID, DURI – Polemik operasional pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) PT Sawit Inti Prima Perkasa (SIPP) Duri kembali menjadi perdebatan hangat, Senin (16/8).
Ya, perusahaan yang berlokasi di Kilometer (Km) 6 jalan Rangau, Kelurahan Pematang Pudu, Kecamatan Mandau ini diduga melanggar aturan dan peraturan selama empat tahun masa operasi dan produksi sebagaimana diwajibkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkalis melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bengkalis.
Hal ini terucap oleh Andris Wasono, AP., M.Si, Sekretaris DLH Bengkalis saat turun langsung ke areal perusahaan tersebut. Secara tegas Andris mengungkapkan fakta bahwa PT SIPP diduga tak mengantongi izin instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dalam kurun waktu empat tahun lamanya.
“Bahwa berdasarkan hasil penelusuran di lapangan, baik sistem maupun administratif, diketahui perusahaan ini tidak memiliki izin IPAL dalam produksi pengolahan minyak kelapa sawit. Produksi di dalamnya kan memakai air, tentu akan bercampur dengan chemical atau zat kimia yang sangat berbahaya bila langsung dibuang atau bocor ke lingkungan. Namun faktanya, kolam penampungan limbah PT SIPP malah bocor berulang kali dan menyasar ke lingkungan dan perkebunan warga, ini yang kemudian menjadi masalah lantaran diduga mencemari lingkungan,” kata Andris, Senin siang.
Selain (diduga) tidak memiliki izin IPAL, Andris pun menyebut bahwa perusahaan tersebut juga diduga mencemari lingkungan sampai beberapa kali. Hal ini dibuktikan atas kebocoran kolam penampungan limbah lantaran tak memiliki izin dan pengetahuan lengkap terkait sistem instalasi pengolahan air limbah.
Selain itu, perusahaan ini juga diduga mengangkangi ketegasan Pemkab Bengkalis atas tindak penyegelan oleh DLH yang kandas tak berujung beberapa waktu lalu. Penyegelan pertama bahkan kedua kalinya ditolak manajemen perusahaan dan warga sekitar.
Bahkan siang tadi, seorang yang mengaku sebagai pengacara perusahaan tersebut kembali menolak keras penyegelan yang hendak dilakukan petugas. Suara penolakan lantang dilontarkan. “Sampai kapanpun, kami menolak penyegelan ini,” kata sang pengacara PT SIPP.
Plang Segel Didirikan
Bersama segenap personel Polres Bengkalis, Polsek Mandau, Koramil 04/Mandau, Pemerintah Kecamatan Mandau, Satpol PP dan personel lainnya, jajaran DLH Bengkalis dengan tegas menyatakan bahwa kegiatan produksi pada perusahaan tersebut dilarang untuk sementara waktu.
Wujud ketegasan, plang atau papan imbauan berisi larangan produksi sementara pun didirikan di depan pintu masuk utama PT SIPP. “Sementara waktu, proses produksi di dalam perusahaan ini kita minta untuk dihentikan. Tujuannya, agar limbah hasil produksi tidak kembali mencemari lingkungan sampai izin IPAL-nya selesai diurus dan diterbitkan,” kata Andris.
Kompak, personel DLH langsung mendirikan plang segel di depan areal pintu masuk perusahaan. Melihat aksi itu, beberapa warga dan diduga pekerja perusahaan bereaksi dan berupaya mencabut plang penyegelan sementara waktu yang telah berdiri kokoh.
Maju selangkah, massa berupaya menumbangkan plang segel. Suasana pun memanas, personel DLH juga berupaya mempertahankan tegaknya plang segel. Namun apalah daya, aksi massa mendominasi. Plang tersebut kembali gagal ditancapkan di depan perusahaan.
Kala itu, hujan lebat turun. Kerumunan massa pun bubar seketika, seluruh petugas pun masuk ke armada masing-masing. Tak kehabisan akal, personel DLH berpindah tempat dan akhirnya menancapkan plang berisi larangan produksi PT SIPP.
“Plang ini kita pasang di simpang jalan masuk (utama) PT SIPP. Mau di depan perusahaan, mau di simpang jalan utama, tetap sama saja. Plang sudah kita pasang dan sanksinya tetap akan berjalan sesuai surat keputusan (SK) Bupati Bengkalis,” sebut Andris.
Limbah Diduga Cemari Lingkungan
Pada kesempatan yang sama, Ed Efendi, SH., MH selaku Kepala Seksi Limbah B3 DLH Bengkalis menegaskan, jebolnya kolam penampungan limbah milik PT SIPP diduga mencemari lingkungan sekitar.
Hal ini ditegaskan atas pengambilan sampel lapangan di wilayah terdampak aliran limbah yang jebol dari kolam penampungan. “Limbah yang jebol dari kolam penampungan diduga mencemari lingkungan, hal ini terungkap berdasarkan hasil uji sampel yang telah kita lakukan sebelumnya,” kata Ed Efendi.
IPAL yang jebol, kata Ed, diduga tidak kunjung dibenahi dan mengakibatkan kebocoran kolam penampungan limbah hingga beberapa kesempatan. Peristiwa ini pun dinilai merugikan lingkungan dan masyarakat sekitar, oleh karena itulah sanksi tegas berupa pemasangan papan penyegelan dilakukan.
Kemudian, Ed menerangkan bahwa pokok aduan dalam polemik tersebut yakni perilaku manajemen PT SIPP yang diduga menempatkan atau (diduga) membuang limbah hasil produksi tanpa dilengkapi izin resminya. Bahkan, kolam-kolam limbah yang ada dan telah jebol beberapa waktu lalu juga diduga tak sesuai standar dan tak berizin.
“Wajar saja bila kolam limbahnya jebol, karena tidak ada izin instalasinya. Andaikan diurus, tentu kita (DLH) akan memberi acuan atau sistem instalasi pengolahan limbah yang cakap dan memenuhi standarisasi. Jadi, potensi kebocoran dan pencemaran lingkungan bisa dihindarkan. Bukannya kooperatif dan segera mengurus izin IPAL, namun proses produksi di areal perusahaan masih berlangsung. Jadi, limbah akan tetap bertambah dan potensi jebolnya kolam tetap ada. Sampai kapan hal ini berlangsung? Harus ada ketegasan,” terang Ed.
Sesungguhnya, polemik ini telah berlangsung selama empat tahun terakhir. Ed menyebut, temuan (diduga) polemik perlimbahan ini mulai muncul pada tahun 2017-2018 silam. Wujud ketegasan, peringatan pun keluar dari DLH Bengkalis untuk PT SIPP.
Bukannya melakukan perbaikan, manajemen perusahaan diduga lalai dan mengabaikan peringatan pemerintah. Hingga kemudian pada tahun 2019, peringatan tegas kembali disuarakan. Namun lagi-lagi, hal itu diduga hanya dianggap bak angin lalu belaka.
Sejak empat tahun terakhir hingga 2021 ini, Ed menerangkan perusahaan tersebut diduga tak mengindahkan imbauan pemerintah. Berang diabaikan, DLH pun bersitegas dengan mendirikan papan penyegelan atas dasar SK Bupati yang diteken Kasmarni, S.Sos., M.MP.
Masyarakat Terdampak Limbah
Polemik ini tak kunjung usai. Jebolnya kolam penampungan limbah milik PT SIPP dewasa ini disebut dan diduga menimbulkan kerugian bagi masyarakat sekitar. Adalah Roslin Sianturi, warga yang memiliki sebidang lahan berukuran 158×220 meter persegi turut terdampak kebocoran limbah.
Ya, Roslin menyebut lahan miliknya terdampak kebocoran limbah yang disebut sangat merugikan. “Lahan saya kena limbah juga, ukurannya 158×220 meter dan berlokasi di samping perusahaan ini,” kata Roslin bersaksi.
Kilas balik diceritakannya, pada 30 Oktober 2020 silam kolam limbah PT SIPP diduga bocor dan memapari lahan miliknya. Kemudian, kolam jebol untuk kedua kalinya pada 2 Februari 2021 silam. Sebanyak dua kali kebocoran kolam limbah diduga terjadi dan merugikannya.
Terkait hal itu, Roslin menyebut bahwa manajemen PT SIPP tak bertanggung jawab. Sampai kini, janji ganti rugi hanya sebatas omongan belaka yang tak jelas rimbanya. “Janjinya mau ganti rugi, tapi sampai sekarang tak ada juga. Tolong bantu saya pak, kalau mereka tak mau ganti rugi, tolong berikan mereka sanksi tegas,” harap warga Pematang Pudu ini.
KNPI Bengkalis Bersikap
Merespon polemik tersebut, Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Bengkalis, Andika Putra Kenedi, ST juga turun langsung ke lokasi penyegelan siang tadi.
Sepanjang pengamatannya, Andika menduga pihak perusahaan sangat arogan dan tak selaras dengan pemerintah dalam menerapkan aturan terkait lingkungan hidup.
Ia menyebut, ketegasan pemerintah diwujudkan untuk melindungi lingkungan hidup dan menghindarkan masyarakat dari kontaminasi (bocoran) limbah.
“Justru, pemerintah berupaya menyelamatkan masyarakat dari potensi kontaminasi limbah. Kenapa dewasa ini malah masyarakat yang terkesan (diduga) dibenturkan dengan pemerintah? Coba telaah lagi,” imbau Andika kepada seluruh massa kala itu.
Berang dengan keangkuhan manajemen perusahaan yang diduga tak peduli dengan kelestarian lingkungan, Andika pun mendukung ketegasan pemerintah melalui DLH Bengkalis.
Bahkan, ia siap dan bakal segera menyurati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahkan Presiden RI, Ir. Joko Widodo untuk ikut campur menyelesaikan polemik ini.
“Temuannya jelas, dugaan pelanggarannya juga sudah dibuktikan. Lalu, apa yang mau dipertahankan? Hanya untuk menyelesaikan perizinan saja susah? Ini sangat tak masuk akal, maka itu kita dukung langkah pemerintah. Bahkan, KNPI siap menyurati KLHK dan Presiden RI untuk segera bertindak menyikapi polemik ini,” cetusnya.
Sebelumnya, Camat Mandau Riki Rihardi, S.STP., M.Si juga telah turun langsung ke lokasi guna mengedukasi warga sekitar. Tujuannya, agar masyarakat sekitar tak terprovokasi atas isu yeng berhembus terkait proses hukum atau sanksi yang ditegaskan terhadap perusahaan ini.
Riki menyebut, pemerintah tak pernah menyulitkan para pelaku usaha, terkhusus investor dalam memulai geliat usahanya di Kecamatan Mandau. Meski demikian, ia tetap meminta seluruh perizinan bisa dilengkapi sebelum memulai usaha, terkhusus soal limbah dan pengolahannya.
“Jangan tuding pemerintah menyulitkan atau menyengsarakan warga. Justru, kami selalu mengundang investor datang ke Duri ini untuk berinvestasi. Namun, perlu juga diperhatikan soal izin dan treatment perlimbahannya. Jangan sampai ada dampak kerugian bagi masyarakat, maupun lingkungan,” tegas Riki beberapa saat lalu.
Ia berharap, manajemen perusahaan ini bisa legowo dan mengambil waktu sejenak untuk menjernihkan hati dan pikiran, serta sesegera mungkin melakukan perubahan terbaik dan tentunya selalu selaras dengan imbauan atau peraturan pemerintah.
“Jangan pikir kita menyusahkan, justru kami ini selalu mengusahakan yang terbaik bagi masyarakat, investor dan tentunya lingkungan. Kita butuh lapangan kerja, makanya kita undang investor. Namun jangan pula investor lewat usahanya malah melakukan pelanggaran dan mencemari lingkungan, itu tak bisa kita tolerir. Sejauh ini, kita berharap masyarakat untuk tidak terprovokasi isu sesat. Mari kita pikirkan juga kelestarian lingkungan, kalau lingkungan rusak, kita juga yang kena dampaknya,” pungkasnya.(*)