CENTRALNEWS.ID, RIAU – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) berinisial AP sebagai tersangka atas dugaan korupsi terkait penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau oleh yang mewakilinya, Selasa (19/10).
Ia dan tujuh orang lainnya termasuk sang Ajudan diamankan dari Kuansing Senin lalu oleh tim KPK dan kemudian dibawa ke Mapolda Riau guna kepentingan penyelidikan lebih lanjut pada Senin (18/10).
Sebagaimana Update penanganan kasus ini, Lili Pintauli Siregar, Wakil Ketua KPK RI menegaskan bahwa pihaknya langsung merilis informasi terkait penahanan para tersangka yang diduga terlibat dalam tindak kriminal yang disangkakan.
“Para tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi ini diamankan dan ditahan dalam dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait dengan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) kebun sawit di Kuantan Singingi, Riau,” kata Lili, Selasa (19/10) malam dalam siaran pers di kanal YouTube KPK RI.
Adapun para pihak yang diamankan kala itu, yakni AP selaku Bupati Kuansing periode 2021-2026, HK selaku Ajudan Bupati, kemudian AM selaku Staf Bagian Umum untuk Persuratan Bupati, DI selaku supir AP, SDR selaku General Manager PT AA (Adimulia Agro Lestari), PN selaku Senior Manager PT AA, YD dan JG selaku supir PT AA.
Terkait kronologi atau modus operandinya, Lili menjelaskan bahwa awalnya KPK menerima informasi dari masyarakat bahwa Bupati Kuansing atau yang mewakilinya disebut dan diduga akan menerima janji atau hadiah berupa uang terkait dengan permohonan atau perpanjangan HGU kebun sawit dari perusahaan swasta (PT AA, red).
Hasil penyelidikan, diketahui bahwa PT AA memang sedang melakukan pengurusan berkas perpanjangan HGU kebun sawit yang didalamnya harus menyertakan rekomendasi atau persetujuan dari sang Bupati.
Kemudian sekira pukul 11.00 WIB tim KPK menerima informasi dari SDR dan PA yang diduga telah membawa uang untuk diserahkan kepada AP dan juga diduga masuk ke rumah pribadi AP di Kuansing.
Sekitar 15 menit kemudian, SDR dan PA keluar dari rumah pribadi AP. Melihat keadaan, tim KPK langsung melakukan pendekatan dan akhirnya mengamankan SDR, PN, YD dan JG di Kuansing.
“Setelah memastikan bahwa adanya penyerahan uang kepada Bupati, beberapa saat kemudian tim kami berupaya mengamankan AP. Akan tetapi sang Bupati tidak ditemukan sehingga tim KPK melakukan pencarian,” kata Lili menjelaskan.
Tak lama, diperoleh informasi bahwa AP sedang berada di Pekanbaru. Tim KPK langsung mendatangi rumah pribadi AP di Pekanbaru, sesampainya disana lagi-lagi AP tidak berada di tempat.
Saat itu, tim KPK meminta pihak keluarga untuk menghubungi AP agar kooperatif dan segera menemui tim KPK yang berada di Mapolda Riau.
Sekira pukul 22.45 WIB, AP, HK AM dan DI mendatangi Polda Riau dan kemudian selanjutnya tim KPK meminta keterangan pada para pihak yang dimaksud. Dalam kegiatan tangkap tangan ini, kemudian KPK menemukan bukti petunjuk penyerahan uang sebesar Rp500 juta dan Rp80,9 juta tunai dalam bentuk rupiah.
Kemudian juga ditemukan bukti transaksi berupa mata uang asing berjumlah 1.680 Dollar Singapura. “Setelah informasi terkumpul, KPK kemudian melakukan penyelidikan dan menemukan bukti permulaan yang cukup,” ujarnya.
Dengan pertimbangan yang matang, KPK selanjutnya meningkatkan status penanganan perkara ini dari Penyelidikan ke tahap Penyidikan. Kemudian juga diumumkan dua orang tersangka yakni AB (Bupati Kuansing) dan SDR (GM PT AA).
Adapun konsumsi perkaranya, para pihak yang ditetapkan sebagai tersangka ini diduga telah berulang kali bertemu dan menjalin komunikasi dalam memudahkan pengurusan perpanjangan HGU.
Adapun total biaya yang sebelumnya pernah disepakati para pihak sejumlah Rp2 Miliar. Setelahnya, diduga dilakukanlah transaksi pertama sebesar Rp500 juta pada bulan September 2021 sebagai awal mula kesepakatan.
Kemudian, Senin (18/10) lalu SDR juga diduga kembali menyerahkan kesanggupannya kepada AP sebesar Rp200 juta.
“Untuk perbuatannya, SDR selaku pemberi disangkakan atau dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf (a) atau Pasal 5 ayat (1) hurif (b) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” sebut Lili.
Untuk sang Bupati Kuansing sendiri selaku penerima hadiah disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Untuk kepentingan penyidikan, penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada para tersangka ini untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 19 Oktober sampai 7 November 2021 di Rutan KPK. Untuk SDR ditahan pada Rutan KPK di Pomdam Jaya, Guntur. Sementara AP ditahan di Gedung Merah Putih KPK.
“Kami berterima kasih kepada masyarakat dan kepolisian daerah Riau yang turut mendukung operasi tangkap tangan ini. Terkait dengan perkara ini, seluruh kepala daerah bertanggung jawab untuk mendukung pemerintah dan KPK untuk memperbaiki sistem tata kelola perkebunan sawit, sehingga dapat menutup celah korupsi dan diharap mengoptimalkan pada potensi oenerimaan pajak dan meneggakan aturan dan penegakan hukum di bidang sumber daya alam,” pintanya.
Terpisah, pengacara AP menegaskan bahwa aksi tersebut bukanlah Operasi Tangkap Tangan (OTT). Hal itu ditolak secara tegas lantaran tidak adanya barang bukti yang diamankan kala kejadian dan kemudian AP diamankan tidak dalam suatu transaksi atau pemberian hadiah sebagaimana dimaksudkan.
Menjawab hal itu, Lili menegaskan bahwa tersangka melalui pengacaranya tak dilarang atau tak dibatasi dalam memberikan tanggapan atau jawaban karena hal tersebut muthlak sebagai hak yang dimiliki. KPK selaku lembaga pemberantasan korupsi tetap menghormati respon tersebut.
“Kalau menurut kita, boleh saja tersangka melalui pengacaranya menjawab hal itu. Kita tetap hormati, karena tersangka memiliki hak untuk memberi keterangan atau tidak sama sekali. Dan dalam hal ini, KPK tetap bekerja maksimal dan telah mendapatkan barang bukti yang lain. Berdasarkan bukti tersebut patut diduga bahwa telah terjadi diduga transaksi, maka status ditingkatkan dari penyelidikan ke tahap penyidikan,” jawab Lili.(*)