CENTRALNEWS.ID, BINTAN –Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) menyesalkan tindaka pemerintah yang dinilai sewena-wena di pulau Rempang, Kepulauan Riau. Pasalnya, penggusuran itu dinilai telah mengesampingkan Human Rights atau hak asasi manusia (HAM).
Hal ini disampaikan oleh ketua umum PP GMKI, Pjs Eparas Tuidano.
Ia meminta agar adanya kajian kembali dalam proses relokasi sehingga tidak terkesan mengesampingkan HAM.
“Bisa dipastikan, proses komunikasi tidak dilakukan secara persuasif. Jika belum clear (belum jelas-red), lantas kenapa dipaksakan?” kesal Epafras Tuidano Kamis, 22.
Dilansir dari berbagai sumber, Pemerintah tengah melakukan pengembangan kawasan ekonomi baru Rempang Eco City di Pulau Rempang, Batam. Namun, rencana pemerintah itu mendapat penolakan dari sejumlah warga.
PT Makmur Elok Graha (PT MEG) sebagai pelaksana proyek memang telah berhasil meyakinkan Perusahaan terbesar asal Tiongkok, Xinyi International Investment Limited untuk berinvestasi hingga Rp381 triliun sampai dengan tahun 2080.
Namun, imbas pengembangan itu, sebanyak 16 kampung adat melayu di Pulau Rempang menyatakan penolakan secara keras pembangunan proyek tersebut.
Dari informasi yang diperoleh, masyarakat adat yang tinggal di Pulau Rempang tersebut telah menetap secara turun temurun sejak tahun 1834.
Aksi penolakan pun berujung bentrokan antara warga Rempang dengan aparat gabungan TNI, Polri, dan Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam pada Kamis, 7 September 2023.
Pengusiran yang dilakukan secara represif dinilai sebagai bukti kegagalan pemerintah dalam memberi jaminan rasa aman dan perlindungan terhadap warganya.
“Mendorong investasi tentu hal yang baik. Tapi, manafikan proses komunikasi yang intens tentu salah. Warga butuh informasi dan solusi yang bisa dirasakan,” lanjut Epafras.
Setidaknya ada beberapa keuntungan investasi Rempang diantaranya, terangkatnya UMKM, datangnya investasi, lapangan kerja bagi masyarakat Rempang, peningkatan infrastruktur, dan legalitas hunian.
Pertama, menggusur rakyat dari tanahnya adalah sebuah kejahatan konstitusi. UUD memerintahkan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, bukan mempersekusinya.
PP GMKI meminta pemerintah dan setiap keputusan yang hendak dibuat harus mengedepankan kepentingan rakyat.
“Selanjutnya, kebijakan harus sejalan dengan kepentingan rakyat. Kita kembalikan ke tujuan awal dilakukannya investasi, yaitu untuk kemaslahatan masyarakat,”pungkasnya. (Ndn)