CENTRALNEWS.ID, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan bahwa pemilihan kepala daerah harus diulang dalam jangka waktu maksimal satu tahun jika kotak kosong dinyatakan menang dalam pemilihan tersebut.
Keputusan ini dihasilkan dalam sidang perkara nomor 126/PUU-XXII/2024, yang menggugat Pasal 54D ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa Pasal 54D ayat 3 UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat, kecuali dipahami sebagai berikut:
“Pemilihan berikutnya harus dilaksanakan dalam kurun waktu paling lama satu tahun setelah hari pemungutan suara. Kepala daerah terpilih dari pemilihan tersebut memegang jabatan hingga pelantikan kepala daerah hasil pemilihan serentak berikutnya, sepanjang tidak melebihi masa jabatan lima tahun sejak pelantikan,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang yang digelar, Kamis (14/11/2024).
Selain itu, MK juga mengabulkan permintaan pemohon terkait perubahan desain surat suara untuk pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal menjadi sistem peblisit.
Gugatan ini diarahkan pada Pasal 54C UU 10 tahun 2016 tentang Pilkada, yang kini dinyatakan MK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali jika diartikan sebagai berikut:
“Pemilihan dengan satu pasangan calon dilakukan dengan surat suara yang menampilkan nama dan foto pasangan calon tersebut serta dua kolom di bawahnya yang berisi pilihan untuk menyatakan ‘setuju’ atau ‘tidak setuju’ terhadap pasangan calon gubernur, bupati, atau wali kota,” ujar Suhartoyo dalam putusannya.
MK menyetujui penerapan model peblisit, namun mengingat proses cetak dan distribusi logistik Pilkada Serentak 2024 sudah berlangsung.
MK memutuskan bahwa desain surat suara dengan model peblisit akan diterapkan pada Pemilihan Kepala Daerah Serentak Nasional 2029.
Hakim MK Saldi Isra menyatakan, “Dengan demikian, desain surat suara baru ini akan mulai diberlakukan pada Pilkada Serentak 2029.”(dkh)