CENTRALNEWS.ID, PEKANBARU – Harga jual tandan buah segar atau TBS sawit petani di wilayah Riau terus menurun tajam, bahkan melemah hingga 50 persen dibandingkan harga acuan Disbun Riau pekan lalu, setelah pengumuman larangan ekspor sawit diumumkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sekretaris Apkasindo Riau Djono Albar Burhan menjelaskan hari ini harga sawit petani hanya Rp1.800 per kg sampai Rp2.100 per kg, jauh lebih rendah dibandingkan Minggu (24/4/2022) yang masih di rentang Rp2.500 per kg sampai Rp3.200 per kg.
“Sebelum kisruh ini harga jual sawit yang diterima petani Rp3.500 per kg, sekarang lebih parah dibandingkan kemarin. Harga TBS sawit petani hari ini sudah di rentang Rp1.800-Rp2.100 per Kg, ini sudah turun hampir 50 persen,” kata Djono, Senin (25/4).
Menurutnya, harga sawit petani Riau saat ini jauh lebih parah kondisinya dibandingkan pada Januari 2022 lalu ketika penerapan aturan kewajiban domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) oleh Kemendag.
Dia menilai kebijakan pelarangan ekspor sawit ini sangat merugikan petani sawit. Sejumlah pabrik sawit kini juga dilaporkan sudah menghentikan pembelian TBS sawit, lalu ada juga pabrik yang mempercepat libur operasional Lebaran, dari rencana awal libur mulai Jumat (29/4) menjadi Rabu (27/4).
Djono mengatakan memang belum semua pabrik menghentikan pembelian sawit, tapi apabila kondisi pelarangan ekspor terus berlanjut dia meyakini semua pabrik sawit di Indonesia akan menghentikan pembelian TBS sawit dari petani.
“Kemungkinan akan semakin banyak pabrik menghentikan pembelian sawit petani karena alasan keterbatasan data tampung CPO terbatas. Jika kondisi ini terjadi akan hilanglah pendapatan petani sawit dan tentu berbahaya bagi perekonomian Indonesia dimana sektor sawit termasuk aktivitas perkenomian yang melibatkan masyarakat luas,” ujarnya.
Sebelumnya Gubernur Riau Syamsuar mengatakan saat ini ada dua daerah yang sudah melaporkan kondisi lapangan di sekitar operasional pabrik kelapa sawit, salah satunya dari Rokan Hilir.
“Setelah adanya kebijakan larangan ekspor sawit, tadi ada dua daerah yang melaporkan kondisi lapangan seperti ada kemungkinan pabrik kelapa sawit atau PKS menutup operasional. Karena beberapa alasan seperti menyesuaikan stok bahan baku sawit dengan kapasitas penampungan yang ada,” ujarnya.
Dia menjelaskan saat ini terjadi penumpukan truk pembawa sawit hasil petani, dan menurutnya kondisi ini akan dikoordinasikan dengan Kapolda, Danrem, dan Kabinda untuk kemudian hasil pantauan tersebut dilaporkan kepada pemerintah pusat.
Menurutnya kondisi penumpukan truk sawit ini tentu menyulitkan bagi para petani karena sudah mendekati Lebaran yang tinggal sepekan lagi, dimana semua orang membutuhkan uang belanja. Karena itu pihaknya berharap agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan di tengah masyarakat akibat kondisi tersebut.
“Kami juga harap ada kebijakan nasional yang tidak mengganggu petani sawit, dan menjadi solusi agar semua produksi sawit bisa diterima kembali oleh pabrik yang ada di Riau, karena memang apabila buah sawit ada banyak menyebabkan pabrik tidak bisa menerima dan menampung akibat tidak sesuai dengan kapasitas daya tampungnya,” tukasnya. (BNC)