CENTRALNEWS.ID, DURI – Polemik panjang terkait isu perlimbahan dan pencemaran lingkungan hidup yang diduga dilakukan oleh pabrik kelapa sawit (PKS) PT Surya Inti Prima Perkasa (SIPP) Duri masih berkelanjutan.
Bahkan, dewasa ini masyarakat dan pekerja di perusahaan itu terkesan berdialog alot dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkalis, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) serta Pemerintah Kecamatan Mandau.
Parahnya, penyegelan dan sanksi administratif berwujud paksaan pemerintah dalam bentuk penghentian sementara kegiatan produksi perusahaan tersebut seolah tak dianggap.
Setiap detail produktifitas di areal pabrik ini masih saja berlanjut, meski pemerintah telah menunjukkan ketegasannya. Mencermati hal itu, Camat Mandau Riki Rihardi, S.STP., M.Si langsung turun gunung, Selasa (10/8).
Bersama personel DLH Bengkalis dan Satpol-PP, Riki menyambangi masyarakat sekitar yang diduga ikut serta menolak penghentian sementara kegiatan produksi PKS PT SIPP.
Berlokasi di jalan Rangau, Kelurahan Pematang Pudu, Kecamatan Mandau – Duri, Riki mengatakan bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkalis melalui DLH-nya sudah bertindak sesuai prosedur yang berlaku.
“Bahwa penyegelan atau penghentian sementara produksi di perusahaan ini dilakukan atas pertimbangan yang matang. Hal ini didasari atas dugaan pencemaran lingkungan oleh perusahaan dan disebut sangat merugikan dan berbahaya (dampaknya) terhadap lingkungan,” jelas Riki dihadapan puluhan masyarakat sekitar.
Riki menyebut, awalnya polemik ini memang dimulai dari dugaan pencemaran lingkungan lantaran jebolnya kolam penampungan limbah milik PT SIPP. Tak hanya sekali, peristiwa itu juga terjadi beberapa waktu kemudian.
Parahnya, luapan (diduga) cairan limbah yang jebol dari kolam penampungan menyasar ke perkebunan warga. Sebagian, disebut mengalir hingga ke kanal atau aliran air yang diduga berpotensi mencemari air dan mengancam kehidupan biota di dalamnya.
Bahwa berdasarkan Keputusan Bupati Bengkalis, Kasmarni, S.Sos., M.MP nomor 442/KPTS/VI/2021 tentang penerapan sanksi adminiatratif paksaan pemerintah dalam bentuk penghentian sementara kegiatan produksi kepada PT SIPP di Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau, tepatnya pada adendum pertimbangan huruf (c) diterangkan:
“Berdasarkan pengawasan dan verifikasi pengaduan pada tanggal 02 sampai dengan 05 Februari 2021 oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) Balai Kehutanan wilayah Sumatera, bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bengkalis yang dilakukan terhadap PT SIPP dengan jenis kegiatan pabrik pengolahan kelapa sawit yang beralamat di Kelurahan Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau: Telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Perundang-Undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, persetujuan lingkungan dan izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, maka perlu diterapkan sanksi,” tulis ketegasan pada huruf (c) pertimbangan Bupati Bengkalis yang dirilis beberapa waktu lalu.
Adapun sanksi yang diterapkan, sesuai keputusan itu ialah penghentian produksi yang bersifat sementara waktu. Sanksi disebut berakhir, apabila manajemen atau perusahaan telah melengkapi berbagai macam syarat atau perizinan, termasuk soal pengolahan limbah hasil produksi minyak kelapa sawit.
“Kita garis bawahi, penyegelan atau penghentian produksi yang disebutkan itu kan sifatnya sementara. Ingat, sementara. Dan, keputusan itu dibuat untuk menyelamatkan lingkungan dari ancaman limbah berbahaya. Dampak panjangnya, pemerintah sebenarnya sedang melindungi masyarakat dari kerusakan ekosistem dan ancaman penyakit akibat limbah yang diduga bocor ini. Lalu, kenapa malah masyarakat yang (terkesan) beradu argumen dengan pemerintah?,” simpul Riki.
Camat Mandau ini menegaskan, bila perusahaan mampu melengkapi seluruh hal (syarat/perizinan) yang dimintakan oleh DLH Bengkalis, mampu bekerja sesuai prosedur dan mampu mengelola limbah dengan baik tanpa adanya indikasi pencemaran lingkungan, maka pemerintah tak akan bereaksi seperti saat ini.
“Sebenarnya pemerintah kita ini sudah cukup legowo. Penyegelan sudah, tapi (Operasional/Produksi PT SIPP) masih berjalan. Kan, seharusnya selesaikan dulu lah masalahnya, urus dulu izinnya bila ada yang kurang, baru mulai kerja lagi. Kalau begini, kapan selesainya persoalan ini? Sementara, masyarakat dan lingkungan juga perlu dilindungi kan? Pemerintah selalu Pro-Rakyat kok, lalu apa yang ditentang?,” tanya dia.
Dialog alot antar pemerintah Kecamatan Mandau, DLH Bengkalis dan masyarakat di sekitar pabrik terus bergulir kala itu. Seorang warga disana bahkan menyebut, sebelumnya pihak perusahaan sudah melakukan pengurusan terkait hal yang disoalkan oleh DLH Bengkalis. Akan tetapi, pengurusan itu disebut (terkesan) sulit.
Kemudian, masih kata warga, bila (produksi) perusahaan setop sementara, maka dampak dari segi ekonomi akan sangat memberatkan warga sekitar, termasuk para pekerja di dalamnya.
Meredam keresahan itu, Riki menyebut, sampai hari ini pemerintah tak pernah mempersulit apapun. Terlebih urusan izin perusahaan atau ambang batas dampak lingkungannya (Amdal).
“Pertama, tidak ada yang mempersulit. Bahkan, pemerintah selalu mencari investor untuk memulai usahanya di Bengkalis ini agar bapak-ibu sekalian bisa bekerja. Mana mungkin dipersulit. Kedua, bila pekerjaan atau operasional di dalam perusahaannya sudah sesuai standar dan mengikuti peraturan, tak akan mungkin bermasalah. Ketiga, kalau hal ini tak ditindak, mau kapan selesainya? Jadi harus segera kita selesaikan,” serunya.
Secara bergantian, Riki dan personel DLH Bengkalis terus berdiskusi dengan warga terkait keputusan untuk menutup sementara produksi perusahaan tersebut. Ia tak ingin polemik tersebut malah (terkesan) membenturkan warga dengan pemerintah.
Oleh karena itu, Riki pun menyambangi warga dan memberikan solusi terbaik. Kepada warga dan manajemen perusahaan, Riki menyampaikan agar segera mengindahkan ketegasan pemerintah terkait persoalan ini.
“Kita harap perusahaan bisa berkomitmen dan mengindahkan arahan dari pemerintah melalui DLH Bengkalis. Bila tidak, persoalan ini akan berlanjut ke tingkat selanjutnya,” tegas dia.
“Tapi, eloknya perusahaan segera membuka diri. Bila masalah ini selesai, kan lebih sejuk. Masyarakat pun bisa bekerja dan hidup tanpa cemas terkait polemik limbah dan kerusakan lingkungan. Semoga ini menjadi perhatian bersama dan bisa diteruskan,” pungkasnya.(*)