CENTRALNEWS.ID, BATAM – Imigrasi Kelas I Khusus TPI Batam menunda keberangkatan sebanyak 2.780 orang terduga Pekerja Migran Indonesia yang berangkat dari Pelabuhan Citra Tritunas dan Batam Center tujuan Malaysia.
Penundaan keberangkatan itu, lantaran saat wawancara, terduga PMI tidak bisa menunjukkan persyaratan untuk tujuan ke Malaysia.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Batam Subki Miudi menyebutkan, saat proses keberangkatan di pelabuhan internasional, petugas Imigrasi selalu melakukan pemeriksaan dokumen dan kelengkapan sesuai dengan tujuan pelaku perjalanan.
“Warga Negara Indonesia yang hendak bekerja ke luar negeri wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan peraturan perundang-undangan. Di antaranya adalah visa bekerja di negara tujuan dan dokumen pendukung seperti rekomendasi dari dinas terkait yang membidangi ketenagakerjaan,” tuturnya, Selasa (20/12/2022).
Subki mengatakan, peraturan terkait penempatan PMI di luar negeri tercantum dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Jika tidak memenuhi persyaratan serta tujuannya tidak sesuai, maka PMI tersebut akan ditolak keberangkatannya,” kata Subki.
Subki juga menjelaskan, belakangan semakin marak kabar pekerja migran yang berangkat secara non prosedural, terutama menjelang libur Natal dan Tahun Baru.
Ia menjelaskan, alasan PMI berangkat ke Malaysia dengan cara yang tidak benar adalah motif ekonomi.
“Untuk mencegah PMI non prosedural, kita menjalin kerjasama dengan berbagai pihak di antaranya BP2MI, kepolisian dan instansi lainnya,” katanya.
Ia juga menjelaskan peran imigrasi dalam perlindungan WNI sebenarnya sudah dimulai sejak sesi wawancara permohonan paspor RI.
Oleh karena itu, sangat penting bagi pemohon paspor untuk memberikan keterangan yang jujur dan benar dalam pengurusan paspor.
Ia juga mengatakan, selama ini petugas di kantor Imigrasi selalu meminta dokumen tambahan, bergantung pada tujuan penggunaan paspor, terutama bagi yang akan bekerja.
“Pada sesi wawancara, petugas juga biasanya akan menggali lebih dalam terkait tujuan pembuatan paspor. Untuk yang ada indikasi memberikan keterangan tidak benar, biasanya terbaca dari bahasa tubuhnya, gelisah, gagap dan sebagainya,” ujarnya.
“Paspornya bisa tidak diterbitkan. Sesi wawancara pada penerbitan paspor ini menjadi upaya Imigrasi dalam perlindungan WNI serta pencegahan dari hulu berbagai macam modus perdagangan manusia,” sambungnya.
Ia juga mengingatkan, pemohon yang memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar untuk memperoleh paspor, bisa diancam pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500 juta.(mzi)