CENTRALNEWS.ID, BATAM – Tidak pernah terbayangkan oleh Wahyu Indri Yanto (47) bahwa suatu hari ia harus memerankan dua sosok sekaligus, menjadi ayah dan ibu bagi tiga anak perempuannya, Adelia yang duduk di kelas 3 SMA, Amelia kelas 3 SMK, dan Aurelia kelas 1 SMP.
Sejak kepergian sang istri tercinta, Ariati, beberapa tahun lalu akibat serangan jantung saat berkerja, kehidupan Wahyu berubah total.
Warga Perumahan Putra Kelana Jaya, Kelurahan Sadai, Kecamatan Bengkong, Kota Batam ini, hari-hari yang dulu ia isi dengan bekerja kini berganti dengan rutinitas rumah tangga dan antar jemput anak ke sekolah.
“Menjadi orang tua tunggal tidak segampang yang dipikirkan,” tutur Wahyu lirih, mengenang masa-masa awal setelah kehilangan istrinya, Kamis (13/11/2025).
Ia bahkan harus berhenti bekerja di sebuah perusahaan karena tak sanggup meninggalkan anak-anaknya tanpa pengawasan.
Namun di balik duka dan kesulitan itu, hidupnya tak sepenuhnya gelap. Ada harapan yang datang dari perlindungan sosial.
Istrinya, Ariati, tercatat sebagai peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan. Melalui program Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Hari Tua (JHT), Wahyu menerima santunan yang menjadi penopang hidup keluarganya.
“Dari santunan BPJS Ketenagakerjaan almarhumah istri, saya bisa membuka usaha percetakan kecil di rumah. Sekarang saya bisa bekerja sambil mengurus anak-anak,” katanya dengan nada syukur.
Tak hanya itu, anak-anaknya juga mendapatkan beasiswa pendidikan dari BPJS Ketenagakerjaan, melalui program JKM atau Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang diberikan untuk anak peserta yang meninggal dunia agar tetap dapat melanjutkan pendidikan tanpa terbebani biaya.
“Beasiswa ini benar-benar membantu. Saya tidak perlu lagi bingung memikirkan biaya sekolah anak-anak. Mereka bisa terus belajar dan meraih cita-citanya,” ucap Wahyu.
Kini, dengan usaha percetakannya yang perlahan tumbuh, Wahyu bisa melanjutkan hidup lebih tenang.
Ia juga mendaftarkan dirinya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan agar perlindungan yang pernah menolong keluarganya bisa ia rasakan langsung.
Kisah Wahyu adalah gambaran nyata bagaimana perlindungan sosial bukan hanya formalitas administratif, melainkan menyentuh langsung kehidupan masyarakat.
BPJS Ketenagakerjaan memiliki lima program utama bagi pekerja penerima upah:
-
Jaminan Hari Tua (JHT) – tabungan untuk masa depan pekerja.
-
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) – perlindungan ketika pekerja mengalami kecelakaan kerja atau perjalanan kerja.
-
Jaminan Kematian (JKM) – santunan bagi ahli waris peserta yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja.
-
Jaminan Pensiun (JP) – pengganti penghasilan saat peserta memasuki masa pensiun.
-
Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) – dukungan bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan agar tetap bisa bertahan dan mencari peluang baru.
Program-program ini menjangkau semua kalangan, baik pekerja formal maupun informal, dari karyawan pabrik, petani, pekerja lepas, ojek online, hingga asisten rumah tangga.
Kepala Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Batam Nagoya, Suci Rahmad, menegaskan bahwa kisah seperti yang dialami Wahyu menjadi bukti pentingnya jaminan sosial bagi seluruh pekerja Indonesia.
“Perlindungan pekerja merupakan fondasi penting dalam membangun Indonesia yang sejahtera dan berkeadilan. Ketika pekerja dan keluarganya terlindungi, kesejahteraan akan meningkat dan berdampak langsung pada produktivitas serta pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Suci.
Ia menambahkan, BPJS Ketenagakerjaan terus berkomitmen memperluas cakupan perlindungan agar semua pekerja, tanpa memandang status atau jenis pekerjaan, memiliki hak yang sama.
“Program beasiswa untuk anak peserta yang meninggal dunia, seperti yang diterima keluarga Pak Wahyu, adalah wujud nyata keberlanjutan perlindungan sosial bagi generasi penerus bangsa,” jelasnya.
Selain itu, Suci menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor antara pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat untuk memperkuat sistem perlindungan ketenagakerjaan yang adaptif terhadap dinamika dunia kerja modern.
“Melalui sinergi, kita ingin menciptakan sistem perlindungan yang lebih manusiawi dan inklusif, karena kesejahteraan pekerja berarti kesejahteraan bangsa,” tegasnya.
Kini, setiap kali Wahyu melihat ketiga anaknya belajar dengan semangat, ia menyadari bahwa perlindungan sosial bukan sekadar bantuan sesaat, melainkan investasi untuk masa depan.
Tentang anak-anak yang bisa tetap sekolah, tentang usaha kecil yang perlahan tumbuh, dan tentang harapan baru yang lahir dari sebuah kehilangan.
“Kalau bukan karena BPJS Ketenagakerjaan, mungkin saya sudah bingung harus bagaimana. Tapi sekarang saya bisa berjuang lagi, demi mereka,” ucap Wahyu menutup cerita dengan senyum penuh harapan.
Kisahnya menjadi cerminan nyata bahwa perlindungan pekerja bukan hanya tentang uang santunan, tetapi tentang menjaga kehidupan, masa depan, dan martabat keluarga Indonesia.
Langkah kecil yang membawa dampak besar bagi terciptanya Indonesia yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan. (centralnews.id/zabur anjasfianto)

