CENTRALNEWS.ID, JAKARTA – Kopda Andreas Dwi Atmoko menceritakan detik-detik sebelum terjadinya tabrakan yang menewaskan sejoli Handi Saputra (18) dan Salsabila (14) di Nagreg Jawa Barat.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Timur, IA menceritakan bagaimana sang kolonel sempat mencari sungai lewat aplikasi Google Maps di ponselnya setelah menolak saran untuk membawa ke dua korban ke Puskesmas Limbangan.
Mulanya, Hakim Ketua Pengadilan Militer Tinggi II menanyakan kronologi kecelakaan lalulintas.
Andreas lantas menjelaskan mobil yang ia kendarai menabrak sejoli itu dari arah berlawanan. Handi dan Salsa kemudian diangkat ke dalam mobil.
Menurut Andreas, saat itu Salsa sudah meninggal.
“Setahu saya sudah meninggal,” kata Andreas yang menjadi saksi terhadap terdakwa Priyanti, Selasa (15/3/2022).
Andreas mengungkapkan bahwa Priyanto sejak awal memang sudah berniat membuang Handi dan Salsabila di sungai.
Hal itu terungkap ketika Andreas hendak mencari Puskesmas. Baru berjalan sekitar satu kilometer, Kolonel Priyanto meminta mobil berhenti. Ia kemudian mengambil alih kemudi.
Di perjalanan, Andreas mengaku melihat Puskesmas dan meminta Priyanto berhenti untuk membawa korban ke petugas medis. Namun Priyanto tidak mengindahkan sarannya dan terus melaju.
Priyanto justru memerintahkan agar Andreas diam dan mengikutinya. Andreas kemudian menanyakan tujuan Priyanto.
“Tujuannya ke mana Bapak? Nanti kita bawa ke sungai di Jawa Tengah,” kata Andreas menirukan jawaban Priyanto.
Andreas mengaku sudah memohon agar membawa korban ke Puskesmas.
“Sudah diam, ikuti saya!,” kata Andreas menirukan Priyanto.
Andreas juga menjelaskan bahwa Handi dan Salsa pasti akan dicari. Saat itulah tangis Andreas pecah.
Ia terisak dan tangannya menyeka air mata di depan hakim.
Andreas mengatakan, ia khawatir akan terjerat masalah di kemudian hari sementara ia memiliki anak dan istri.
“Saya sudah menjelaskan ini anak orang pasti dicari,” kata Andreas menangis.
Namun, Priyanto tidak menggubris.
Ia meminta agar Andreas tidak cengeng dan mengatakan ia pernah mengebom rumah orang.
“Kamu enggak usah cengeng, saya pernah nge-bom (rumah) tapi tidak ketahuan,” kata Andreas mengutip Priyanto.
Mereka kemudian berhenti di sebuah toko karena Priyanto ingin buang air kecil.
Setelah itu, Andreas kembali mengemudikan kendaraan dan Priyanto duduk di di sampingnya.
Andreas kemudian ditanya ketua majelis hakim tentang apa yang dilakukan Priyanto saat duduk kursi tersebut.
“(Terdakwa) Mencari sungai pakai Google Maps,” jawab Andreas.
Hakim kemudian menanyakan apa maksudnya? “Untuk membuang,” jawab Andreas.
Hakim menanyakan lagi apakah mereka menemukan sungai tersebut.
Andreas mengatakan, pertama mereka tidak menemukan sungai dan masuk ke jalan perkampungan. Mereka kemudian kembali ke jalan raya menuju Banyumas.
Setelah tiba di Banyumas mereka kemudian melewati Jembatan Serayu yang besar. Namun niat mereka untuk membuang Handi dan Salsabila pergi dari sana karena masih ada sejumlah orang di lokasi.
Andreas kemudian memutar balik kendaraan mereka ke arah Jawa Barat karena bingung. Tak jauh dari sana, mereka menemukan jembatan lainnya.
Kendaraan tersebut kemudian diputar arah dan diparkir di tengah-tengah jembatan. Di sanalah mereka kemudian membuang Handi dan Salsabila ke sungai di bawahnya.
Hingga akhirnya jenazah Handi dan Salsabila ditemukan di dua lokasi terpisah di aliran Sungai Serayu.
Priyanto sendiri tidak membantah semua keterangan yang disampaikan Andreas tersebut.
“Siap. Tidak ada (yang dibantah)” jawab Priyanto ketika ditanya hakim di ruang sidang.
Priyanto sebelumnya didakwa dengan pasal berlapis karena telah membunuh dua remaja sipil yang merupakan pasangan sejoli di Nagreg, Jawa Barat, Handi dan Salsabila.
Priyanto didakwa dengan Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 333 KUHP, dan Pasal 181 KUHP. Selain Priyanto, Andreas, dan Sholeh juga ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana tersebut.(Central Network/dkh/mzi)